WASPADA..! Perbuatan Melawan Hukum TANGERANG, - Dalam penanganan perkara oleh Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Perjuangan Anak Negeri (YLPK PERARI), sebagian besar pokok permasalahan yang menerima pengaduan dari Konsumen, Pengertian Konsumen adalah Barang dan Jasa. YLPK PERARI selalu menggugat Kreditur yang merugikan konsumen dalam gugatan perbuatan melawan hukum. Ketua Umum YLPK PERARI HEFI IRAWAN, S.H. M.H. tertarik untuk mengulas tentang “Perbuatan Melawan Hukum”.
Pengertian perbuatan melawan hukum terdapat dalam Pasal 1365 KUHAP (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie), “Setiap perbuatan yang melawan hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena perbuatannya. kesalahan untuk mengganti kerugian". Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum wajib mengganti kerugian yang timbul akibat tindak pidana itu. Merujuk pada penjelasan tersebut, ada 4 (empat) unsur yang harus dibuktikan adanya jika ingin menggugat berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum, yaitu 1:
1. Perbuatan melawan hukum
Unsur ini menekankan pada perbuatan seseorang yang dinilai melanggar aturan hukum yang berlaku di masyarakat. Sejak tahun 1919, pengertian kata “hukum” diperluas, yaitu tidak hanya perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi juga setiap perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan sesama anggota masyarakat dan terhadap harta benda orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbuatan-perbuatan yang dianggap melawan hukum tidak hanya berdasarkan aturan hukum tertulis, tetapi juga aturan hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat, seperti asas kepatutan atau asas kesusilaan.
2. Kesalahan
Menurut ahli hukum perdata Rutten menyatakan bahwa setiap akibat perbuatan melawan hukum tidak dapat dimintai pertanggung jawaban jika tidak ada unsur kesalahan. Unsur delik itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu delik yang dilakukan dengan sengaja dan delik karena kurang hati-hati atau lupa. Di dalam hukum perdata, baik pelanggaran yang disengaja maupun karena kelalaian memiliki akibat hukum yang sama. Hal ini karena menurut Pasal 1365 KUH Perdata, perbuatan yang dilakukan dengan sengaja atau dilakukan karena kurang hati-hati atau karena lupa mempunyai akibat hukum yang sama, yaitu pelaku tetap bertanggung jawab untuk mengganti segala kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut. Hukum yang telah dilakukannya. Misalnya, seorang pengemudi mobil menabrak pejalan kaki dan menyebabkan pejalan kaki itu pingsan. Dalam hal ini, baik pengemudi yang sengaja menabrak pejalan kaki maupun yang lalai, misalnya karena mengantuk, tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pejalan kaki.
3. Kerugian.
Kerugian dalam hukum perdata dapat dibedakan menjadi 2 (dua) klasifikasi, yaitu kerugian materiil dan/atau kerugian immateriil. Kerugian materi adalah kerugian yang benar-benar diderita. Yang dimaksud dengan kerugian immaterial adalah hilangnya manfaat atau keuntungan yang mungkin akan diterima di masa yang akan datang. Dalam praktiknya, pemenuhan tuntutan kerugian immaterial diserahkan kepada hakim, yang kemudian mempersulit penentuan besarnya kerugian immaterial yang akan diberikan karena tolak ukurnya diserahkan kepada subyektifitas Hakim yang memutus.
4. Hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku dengan kerugian yang diderita oleh korban.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Doktrin kausalitas dalam hukum perdata adalah menguji hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang ditimbulkan, sehingga pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban. Unsur ini ingin menegaskan bahwa sebelum dimintai pertanggung jawaban terlebih dahulu perlu dibuktikan adanya hubungan sebab akibat dari pelaku terhadap korban. Hubungan ini menyangkut kerugian yang diderita oleh korban akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi gugatan melawan hukum, maka gugatan tersebut harus dapat membuktikan empat unsur hukum melawan hukum. Jika tidak dapat dibuktikan, gugatan akan ditolak oleh Majelis Yudisial. ( J.Sianturi/HEfi )